Senin, 01 Juli 2013
Pribadi yang bersih
Do you like this story?
Al Rabi’ bin Khutsaim, tidak pernah
bertemu Rasulullah SAW. Tetapi akhlaknya mencerminkan pribadi yang sangat
mulya. Ibn Mas’ud, salah seorang sahabat rasulullah SAW. sangat terkesan ketika
menyaksikan kebersihan pribadi al Rabi’, keikhlasannya, dan ketenangannya saat
menjalankan ibadah kepada Allah. Al Rabi’ bin Khutsaim, tidak pernah bertemu
Rasulullah SAW. Tetapi akhlaknya mencerminkan pribadi yang sangat mulya. Ibn
Mas’ud, salah seorang sahabat rasulullah SAW. sangat terkesan ketika
menyaksikan kebersihan pribadi al Rabi’, keikhlasannya, dan ketenangannya saat
menjalankan ibadah kepada Allah. Dalam benaknya Ibn Masud sangat menyayangkan,
karena
ternyata al Rabi’ tidak sempat bertemu dengan Rasulullah SAW, dan
menjadi sahabatnya. Ibn Masud hanya bisa berkata : ” Wahai Abu Yazid (baca : Al
Rabi’) seandainya Rasulullah SAW melihatmu, niscaya ia akan mencitaimu”. Dalam
waktu lain Ibn Masud berkata kepada al Rabi’ : ” Setiap kali saya melihatmu,
selalu tergambar di benak saya peribadi orang-orang yang khusyuk “.
Diriwayatakan bahwa al Rabi’ selalu menjaga dirinya dari kotoran dosa. Hatinya
senantiasa memancarkan cahaya keimanan. Orang-orang yang melihatnya selalu
terbawa khusyuk dan penuh dzikir kepada Allah. Berkata seorang yang selalu
menemaninya : ” Saya bersama al Rabi’ bin Khutsaim selama dua puluh tahun,
sungguh belum pernah mengucapkan kalimat kecuali kalimat itu mengingatkan
kepada Allah”. Suatu saat Abd Rahman bin Ajlan pernah bermalam bersama al
Rabi’, dalam sebuah kesempatan ia menceritkan kesan pertemuannya tersebut : ”
Saya pernah bermalam dengan al Rabi’, dan ketika ia yakin bahwa saya telah
tidur, secara diam-diam ia bangun, melaksanakan salat tahajjud. Dalam salatnya
ia berulang – ulang membaca ayat –yang artinya- : ” Patutkah orang-orang yang
melakukan kejahatan menyangka bahawa Kami akan menjadikan mereka seperti
orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dengan menyamakan keadaan (mereka
semua) semasa mereka hidup dan semasa mereka mati? Amat buruklah apa yang
mereka sangkakan itu”.(QS:45:21) Hal ini ia lakukan sepanjang malam, sampai
terbit fajar, dan kedua matanya basah kuyup airmata. Hilal bin Isaf pernah
menceritakan bagaimana al Rabi’ benar-benar menjaga lisannya dari pembicaraan
kotor, atau hal-hal yang tidak ada gunanya : ” Bila kau duduk di samping al
Rabi’ sepanjang tahun, ia tidak akan berbicara denganmnu sampai kau bertanya
kepadanya, dan ia tidak akan memuali berbicara kalau kau tidak memulainya,
karena ia telah menjadikan dzikir kepada Allah sebagai pembicaraannya, dan
menjadikan diamnya untuk berpikir”. Al Rabi’ benar-benar menyadari makna
kehambaannya kepada Allah, bahwa ia diberi jatah hidup bukan untuk main-main,
malainkan untuk mempersiapkan diri sebagai bekal di Akhirat. Karena Akhirat
adalah kehidupan yang sebenarnya ( perhatikan QS:29:64). Dari kesadaran inilah
al Rabi’ selalu ingat bagaimana pedihnya api neraka yang Allah persiapakan bagi
orang-orang yang berdosa. Dalam sebuah perjalanan di tepi sungai Furat, al
Rabi’ pernah berhenti cukup lama di depan tungku pembakaran batu. Al Rabi’
terpaku sunyi melihat lidah api yang demikan tajam menjilat-jilat udara.
Semakin dimasukkan ke dalamnya tumpukan batu, api itu kian membara. Al Rabi’
nampak gemetar -bahkan diriwayatkan sampai jatuh pingsan – terbayang api neraka
yang digambarkan Allah : “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang
jauh, kedengaranlah suara marahnya dan nyalanya yang menggelegak. Dan apabila
mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di dalam neraka itu, dengan keadaan
dibelenggu, menjeritlah mereka dan meminta agar dibinasakan ” (QS:25:12-13).This post was written by: Rahil Anouar
Rahil Anouar is a professional blogger, web designer and Linux user. Follow him on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Pribadi yang bersih”
Posting Komentar