Senin, 01 Juli 2013
Bahaya Riya’
Do you like this story?
Telah
kita ketahui bersama bahwa hakikat kehidupan adalah ubudiyah, yaitu
mengabdi kepada Allah SWT dan untuk mengabdi tersebut dibutuhkan ilmu,
sedangkan ilmu sendiri membutuhkan keikhlasan. Maka dari itu ikhlas adalah
sandaran amal ibadah kita. Suatu amal kecil yang dilakukan dengan keikhlasan
maka hal tersebut dihadapan Allah akan menjadi amal yang besar. Jika kita tahu
bahwa kesempurnaan amal ada pada ikhlas maka sebaliknya bahwa sesungguhnya
riya’, melakukan suatu amal bukan karena Allah SWT dapat menyebabkan suatu amal
menjadi tidak berguna sama sekali bahkan lebih parahnya lagi justru dapat
menjauhkan diri dari Allah SWT.
Al
Imam Abdullah bin Alawy al-Haddad menyatakan:”Hati-hatilah kamu terhadap
riya’ karena riya’ mampu memusnahkan dan menghilangkan pahala juga menyebabkan
kemurkaan dan siksa”. Jadi orang yang beramal dengan didalam hatinya
ada riya’ maka orang tersebut adalah orang yang sangat merugi karena tidak
hanya tidak mendapat pahala tetapi juga mendapat kemurkaan dan siksa dari Allah
SWT. Rasulullah SAW menamakan riya’ sebagai Syirkul ashghor atau
syirik kecil karena didalam riya’ berarti seseorang menyandarkan amalnya bukan
karena Allah melainkan karena yang lainnya.
أَوَّلُ خَلْقِ الله تُصْلىَ بِهِم النَّار ثَلاَثَةٌ رَجُلٌ قَرَأَالقُرْانَ لِيُقَال اِنَّهُ قَارِئٌ وَرَجُلٌ اِسْتَشْهَدَ وَمَا قُتِلَ اِلاَّ لِيُقَال اِنَّهُ جَرِئٌ وَرَجُلٌ لَهُ مَالٌ تَصَدَّقَ مِنْهُ صَدَقَةً لِيُقَال اِنَّهُ جَوَّادٌ
Artinya: “
Pertama makhluk Allah yang terbakar api neraka ada tiga: seseorang yang membaca
Al-Qur’an agar dia dikatakan Qori’ (mahir membaca Al-Qur’an), dan seseorang
yang berperang bertujuan tidak terbunuh kecuali agar dikatakan pemberani, juga
seseorang yang berharta kemudian bersedekah agar dikatakan dermawan”
Jika
kita cermati dari ketiga golongan orang yang pertama disiksa dalam neraka
sebagaimana diungkapkan dalam hadist diatas, ketiganya berakar dari adanya
sifat riya’ dalam hati. Hadist tersebut merupakan peringatan keras bagi kita
untuk tidak menjadi muro’i. Muro’i adalah sebutan
bagi orang yang mempunyai sifat riya’. Oleh karenanya kita berusaha untuk
menghindari riya’ karena dengan itu kita akan mendapat rouhah (ketenangan)
karena jika sesorang melakukan suatu amal hanya untuk mencari pujian manusia,
mencari penghargaan dari manusia dan kemudian hal itu tidak didapatkan maka
yang hati orang tersebut akan menjadi gelisah.
Imam
Lukman al-Hakim pernah memberikan pelajaran yang menarik kepada anaknya
mengenai riya’. Beliau menyatakan kepada putranya:
اِعْمَلْ لاجل الله وَلاَتَعْمَلْ لاجْلِ النَّاس
Artinya:
“beramallah untuk Allah dan jangan beramal karena manusia”
Diceritakan
dalam riwayat Imam Lukman al-Hakim memberikan pengajaran kepada putranya untuk
tidak beramal karena manusia. Karena suatu amalan yang dikerjakan karena
manusia tidak akan ada benarnya dihadapan manusia tersebut. Untuk membuktikan
hal tersebut Imam Lukman al-Hakim mengajak purtanya berjalan melintasi pasar
dengan membawa keledai yang mereka miliki. Mereka berdua berjalan sambil
menuntun keledai mereka. Setelah melintasi pasar imam Lukman Hakim bertanya
pada putranya “apa kata orang nak?”, “mereka mengatakan bahwa kita orang bodoh
karena kita punya keledai tapi tidak dimanfaatkan” jawab sang anak. “kalau
begitu kita coba lagi lewat dipasar itu lagi dengan menaiki keledai ini nak,
kau yang menaiki keledai ini dan aku akan menuntunnya” kata Imam Lukman Hakim.
Setelah melintasi pasar imam Lukman Hakim bertanya pada putranya “apa kata
orang nak?”, “orang bilang, itu anak durhaka! Dia naik keledai sedangkan
bapaknya yang menuntun” jawab sang anak. “masih salah lagi nak? kalau begitu
sekarang gentian aku yang menaiki keledai ini dan engkau yang menuntunnya nak,
kita lewati pasar itu lagi” kata imam Lukman Hakim. Kemudian mereka berdua
kembali melintasi pasar. Setelah sampai diseberang pasar imam Lukman Hakim
kembali bertanya kepada putranya “apa kata orang nak?”, “kata orang bapak itu
tidak punya kasih sayang, dia enak naik keledai sedangkan anaknya berjalan kaki
sambil menuntun keledai yang ia naiki” jawab si anak. “masih salah lagi nak?
Kalau begitu kita berdua naik keledai ini dan kita lintasi pasar lagi, kita
coba apa yang akan dikatakan orang nak”, akhirnya mereka berdua kembali
melintasi pasar dengan menaiki keledai. Seusai melintasi pasar imam Lukman
Hakim kembali bertanya pada purtanya “apa kata orang nak?” “orang
mengatakan bahwa kita tidak memiliki rasa belas kasihan kepada keledai yang
kita naiki karena kita menaikinya berdua”.
Kisah
hikmah diatas dengan sangat jelas memberikan gambaran bahwa memang sifat dasar
manusia adalah menginginkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai sebagaimana
dikatakan para ulama’ salaf:
“manusia
menginginkan puncak yang tidak mungkin dapat dicapai”
Oleh
karena itu sungguh sangat merugi orang yang beramal karena manusia. Jika kita
melakukan suatu amal ibadah karena manusia yang akan kita dapatkan hanyalah
kepayahan. Tapi sebaliknya jika kita kerjakan amal ibadah tersebut karena Allah
maka kita akan mendapat ketenangan dalam hati kita.
Rasulullah
memberikan salah satu contoh pedoman hidup yang sangat indah.
“Asalkan
Allah tidak murka kepadaku, kalaupun ada orang lain yang murka maka aku
tidaklah peduli”
Imam
Abdullah bin Alawy al-Haddad menyatakan bahwa:
“riya’
adalah ibarat/ungkapan dari seseorang yang mencari martabat di sisi manusia
dengan suatu amal ibadah yang harusnya dipakai untuk mendekatkan seseorang
kepada Allah”
Jadi
riya’ hanya ada pada amalan ibadah yang dapat mendekatkan sesorang dengan
Allah. Jika ada perbuatan yang dilakukan untuk mencari pujian/penghargaan dari
manusia tapi perbuatan tersebut baukanlah perbuatan yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah maka hal tersebut tidak disebut sebagai riya’.
Jika
kita merasakan adanya riya’ pada diri kita maka janganlah kita mengharapkan
hilangnya riya’ tersebut dengan meninggalkan amal tersebut, karena hal tersebut
akan menjadikan syetan senang. Artinya, jika akan melakukan suatu amal kemudian
kita merasa diri kita akan riya’ terhadap amal tersebut, maka tidak semestinya
kita menghindari riya’ tersebut dengan meninggalkan amal (tidak mengerjakan
amal ibadah) karena itu akan membuat syetan senang.
Untuk
dapat menghilangkan sifat riya’ dari dalam diri kita diperlukan mujahadah,
latihan dan usaha untuk mendidik diri kita agar segala amal ibadah yang kita
lakukan benar-benar bersih karena Allah semata.
Secara
umum ibadah dapat dibedakan menjadi 2 jenis:
- Amal ibadah
yang tidak mungkin dapat kita sembunyikan/pasti dapat terlihat orang.
Misalnya, sholat jamaah, haji, hadir majelis taklim, berperang. Untuk
ibadah yang tidak dapat kita sembunyikan dari orang lain maka hendaknya
kita melaksanakannya dengan memerangi hawa nafsu kita agar kita dapat
melakukan amal ibadah tersebut dengan ikhlas dan mohon pertolongan kepada
Allah agar menjadikan kita orang yang ikhlas.
- Amal ibadah
yang dapat dilakukan tanpa ada orang yang tahu. Misalnya, puasa, sedekah,
sholat malam, membaca al-Qur’an. Maka wajib bagi kita menjalankan
amalan-amalan tersebut dengan berusaha keras untuk menyembunyikannya dari
orang lain. Karena menjalankan ibadah tersebut secara tersembunyi lebih
utama, kecuali bagi sesorang yang aman dari riya’ (hatinya sudah
benar-benar bersih dari sifat riya’), berharap agar diikuti dan termasuk
orang yang diikuti (penuntun).
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam riya’:
- Adanya sifat
riya’ terkadang baru dapat diketahu setelah beberapa lama. Sebagaimana
diceritakan dalam riwayat ada seseorang yang selama 12 tahun selalu sholat
berjamaah dimasjid dan selalu menempati shaf pertama hingga suatu saat ia
datang terlambat dan harus berada di shaf belakang. Karena keadaan itu
hati orang tersebut merasa gelisah. Hingga seusai sholat ia ditanya oleh
imam yang mukasyif (dapat mengetahui isi hati orang lain) mengenai apa
yang dirasakannya. Kemudian orang tersebut mengungkapkan adanya kegalauan
hatinya karena harus berada di shaf belakang, maka imam tersebut menyatakan
bahwa kalau begitu selama 12 tahun sholatmu di shaf pertama adalah riya’.
- Hati-hati
dalam keadaan emosi. jangan sampai hanya karena emosi kita menghilangkan
suatu amal ibadah dengan menunjukkan amalan tersebut kepada orang lain.
Ihwani
mulailah kita instropeksi diri kita apakah ada dalam hati kita penyakit ini?
Jangan sampai amal yang selama ini kita kerjakan sia-sia hanya karena
riya’……….wasalmualikum wr.wb
This post was written by: Rahil Anouar
Rahil Anouar is a professional blogger, web designer and Linux user. Follow him on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Bahaya Riya’”
Posting Komentar